Laman

Senin, 30 Januari 2012

Ada 140 Hafizh Penghafal Al Quran di Parlemen Mesir

Ada 140 Hafizh Penghafal Al Quran di Parlemen Mesir


Parlemen Mesir atau yang disebut dengan Majelis Asy Syaab, pasca jatuhnya Husni Mubarak dalam Revolusi Musim Semi Arab, ternyata beranggotakan orang-orang sangat luar biasa. Dari hasil Pemilihan Umum selama tiga kali putaran di seluruh Propinsi Mesir, partai-partai berbasis Islam seperti Partai Kebebasan dan Keadilan dari Ikhwanul Muslimin dan Partai An Nur dari kelompok Salafi menduduki mayoritas kursi parlemen. Selain itu masih terdapat juga berbagai kelompok Islam lain yang lebih kecil.
Partai Ikhwanul Muslimin meraih 235 kursi (46,2 persen) dari total 505 kursi, disusul koalisi Salafi 123 kursi (24,2 persen), selebihnya terbagi dari partai-partai liberal, antara lain Al Wafd 37 kursi, dan Koalisi Parlemen Revolusi 34 kursi
Dari hasil Pemilihan Umum yang baru saja dilakukan dan menetapkan Sekretaris Jenderal Partai Kebebasan dan Keadilan Dr Mohamed Saad Al Katatani sebagai ketua parlemen, ternyata komposisi basis pengetahuan dan keislaman para anggota parlemen sungguh mencengangkan.
Dikutip dari laman “Kampanye Pendukung Penerapan Syariah Islam, Bukan Sekuler” di Facebook, diketahui bahwa para anggota dewan Parlemen Mesir terdiri  lebih dari 140 orang adalah hafizh  Al Quran, 100 orang lebih menghafal lebih dari 10 ribu hadits,  180 orang lebih telah hafal lebih dari 15 juz Al Quran, 170 orang lebih menyandang gelar doktor di berbagai disiplin ilmu, 50 orang lebih tidak memiliki mobil pribadi, dan 350 orang lebih adalah orang narapida politik dari rezim sebelumnya yang masa tahanannya berkisar 6 bulan sampai 10 tahun penjara.
Selain itu, ada 4 perempuan anggota dewan yang nampak rapi berjilbab lebar. Keempatnya adalah anggota Ikhwanul Muslimin.


Info: 0853 1232 7515 dan 0881 808 6675(mobile)
021 8845563

Minggu, 22 Januari 2012

Memilih Investasi di Saat Krisis

Krisis di depan mata. Perkiraan Bank Indonesia, imbas tahun depan krisis global akan makin terasa. Apalagi sekarang, sudah US$ 4,7 miliar dana asing ditarik keluar.

Setelah lewat saluran pasar keuangan, krisis biasanya akan masuk lewat saluran sektor riil. Lemahnya daya beli di negara mitra dagang Indonesia membuat ekspor kita mengalami hambatan. Berarti, Indonesia sedang menanti datangnya efek negatif lebih dalam dari krisis yang sedang terjadi di kawasan global.

Bagaimana menyikapinya?
Ada nasihat klasik yang tak ada ruginya jika dijalankan. Yakni, sikapi situasi dengan tenang. Mulailah menghitung langkah apa yang harus dilakukan dengan tepat. Yang terpenting, amankan nilai aset atau uang dalam genggaman sekarang. 

Persiapan diawali dengan mulai menghitung nilai uang sekarang (present value) dan nilai uang akan datang (future value), yang sudah menjadi rumus umum. Simulasinya seperti ini:

Asumsikan saat ini ada uang lebih di tabungan sebesar Rp 5.000.000. Katakanlah inflasi tahun depan sama dengan tahun ini yaitu 6 persen (0,06).  Jika tidak diinvestasikan, tahun depan nilai dana tersebut setara dengan nominal uang sekarang dikurangi nilai inflasi. Hasilnya adalah Rp 4.700.000.

Seandainya diinvestasikan, pertama-tama yang harus dihitung adalah nilai uang sekarang yang dipengaruhi oleh suku bunga, atau bahasa lainnya biaya memegang uang. Katakanlah suku bunga yang ditawarkan atau berlaku 10 persen. 

Nilai uang sekarang atau yang biasa disebut present value adalah nominal uang sekarang atau Rp 5.000.000 dibagi dengan 1,1 (1 ditambah suku bunga:  0,1). Hasilnya: Rp 4.454.455. Sedangkan untuk mencari nilai mendatang atau future value, maka present value dikali dengan 1,1. Hasilnya, Rp 5.000.000, walaupun secara nominal besarnya lebih dari itu. 

Suku bunga hasil simulasi ini (silakan coba-coba) bisa digunakan sebagai patokan dalam memilih instrument investasi. Intinya, suku bunga yang ditawarkan harus lebih dari suku bunga patokan tersebut. Mari lihat sejumlah instrumennya:

Saham
Instrumen yang satu ini biasanya langsung terimbas negatif jika ada krisis. Pada akhir perdagangan periode 2008 ketika krisis keuangan mencapai puncaknya, indeks harga saham gabungan terkoreksi mencapai 51 persen. Seandainya punya nyali bermain di instrumen ini, sebaiknya diperhatikan sektor-sektor yang memiliki daya tahan lumayan kuat.

Saat ini, industri dengan orientasi domestik cukup kokoh dibandingkan industri lainnya. Sebagai contoh, peternakan, bank, asuransi, rumah tangga, dan pertanian. Sehingga, imbas krisisnya kemungkinan kecil dan yang penting cepat pulih. Namun, industri yang berbasis ekspor seperti pertambangan, sangat rentan mengingat rasio ekspornya sangat tinggi. 

Surat utang
Instrumen ini juga layak diperhatikan. Biasanya, pemerintah menerbitkan surat utang untuk menutup kebutuhan kas jangka pendek, membiayai defisit anggaran, atau untuk mengelola portofolio utang negara. Agar menarik, suku bunga yang ditawarkan di atas suku bunga yang berlaku. Investasi ini bebas risiko gagal bayar lantaran penerbitnya adalah negara. Pada tahun 2008, di tengah krisis itu, imbal hasil yang ditawarkan rata-rata di atas 10 persen. Lumayan.

Reksadana
Sebegai instrument moneter, senjata ampuh yang digunakan Bank Indonesia untuk menghadapi tekanan adalah suku bunga. Indikator ini perlu diintip karena potensial memberikan keuntungan melalui reksadana yang ditempatkan di pasar uang.

Emas
Secara agregat tahunan, betul emas memberikan nilai lebih. Walau relatif tahan terhadap gejolak, tingkat keuntungannya tak selalu sesuai harapan. Belajar dari tahun 2008 yang agak mirip dengan sekarang, harga emas di pasar internasional yang dilansir Kitco,  pada tahun itu naik 42 persen (patokan harga awal Januari) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun kalau beli Desember 2007 dan jual Desember 2008, nilai lebihnya hanya 5 persen, dari USD 829,00 per troy ounce (sekitar 31 gram) jadi USD 869,75. 

Dan pada Januari 2009, turun 0,4 persen dibanding periode sama sebelumnya, atau dari USD 923,25 menjadi USD 919,50. Sementara Desember ke Desember naik 25 persen. Karena itu, agar tetap dapat untung maksimal, perhatikan waktu antara membeli dan rencana menjual.

Hal penting lainnya, jangan tempatkan dana pada satu instrumen investasi seperti menyimpan telur dalam satu keranjang. Sekali jatuh, pecah semua. Sebaiknya tempatkan dana pada beberapa instrumen agar aman atau tidak pada satu emiten di bursa saham.

Perlu juga digunakan patokan besaran dana yang diinvestasikan pada satu instrumen. Dengan nilai “X” rupiah yang dipatok untuk belanja investasi, misalnya pada saham, berarti membeli sedikit di saat naik dan membeli banyak di saat turun. Jangan mudah tergiur. 

Namun pada akhirnya, putuskan yang nyaman dan aman bagi Anda.

Oleh Herry Gunawan 


Herry Gunawan jadi wartawan pada 1993 hingga awal 2008. Sempat jadi konsultan untuk kajian risiko berbisnis di Indonesia, kini kegiatannya riset, sekolah, serta menulis.

Ingin investasi secara syar i sekaligus mendapat proteksi. Silakan klik di sini

Info: 0853 1232 7515 dan 0881 808 6675(mobile) 021 8845563

Kamis, 19 Januari 2012

Adam Ibrahim, Pertama Pergi ke Mesir untuk Berbisnis, Kali Kedua demi Mencari Guru Agama



 Bekerja di perusahaan software dirasakan Adam Ibrahim telah menuntunya menerima banyak karunia. Anugerah paling besar bagi pria asal Finlandia itu adalah memeluk Islam. Agama yang telah dianutnya sejak tahun 2000-an kini merasuk betul ke dalam hatinya.

Ia pertama kali mendengar tentang Islam tahun 1999. Ia bertemu dengan seorang wanita Mesir di chat room. Si wanita ini begitu penasaran tentang perangkat nirkabel. Keduanya lantas sering berdiskusi tentang solusi nirkabel dan teknologi di masa depan.

Tapi, sepanjang ‘obrolan’ itu pula Adam Ibrahim justru banyak bertanya tentang Islam. Ia penasaran bagaimana si wanita bisa mengimani agama itu. Beruntung, wanita itu cukup sabar dan mau menjelaskan pertanyaan yang diajukan oleh Adam. Adam banyak menanyakan seputar perbedaan anatara Islam dan Kristen.

Kehidupan beragama Adam dipupuk oleh sang ibu. Wanita yang melahirkannya ini adalah penganut Kristen yang taat. Ibunya memiliki dedikasi mendalam pada kehidupan spiritualnya. Adam cukup bisa melihat bagaimana sang ibu mewariskan seluruh keyakinannya pada anaknya itu.

Namun, melihat sikap dan kasih sayang ibu, jutru membuatnya lebih terbuka dalam mencari makna sejati dari kehidupan. “Sebelum Islam, saya bisa dianggap sebagai orang Kristen. Tapi sebenarnya saya cuma agama KTP,” kata Adam.

Ia mengaku sebelumnya tidak percaya kepada Tuhan. Ia tak pernah mengimani Tuhan pembuat dan pencipta takdirnya. “Aku pikir lebih baik mengatur nasibku sendiri daripada Tuhan yang mengaturnya,” kata dia. Sebelum mengenal Islam, bisa dibilang, ia hidup dengan aturan sendiri.

Para pebisnis menghilang selama 15 menit! Apa yang mereka lakukan?

Ketika bekerja di perusahaan software, ia berkenalan dengan banyak orang muslim. Hubungan bisnis yang terus berkembang membuat ia berkesempatan untuk pergi ke Kairo. Kebetulan, ketika itu bertepatan dnegan bulan Ramadhan. “Semua orang disana berpuasa, dan kami juga menghormati dengan tidak makan minum,” kata Adam. Satu hal yang cukup menggelitiknya selama di Kairo adalah para pebisnis itu sering menghilang selama 15 menit dalam waktu-waktu tertentu. Baginya itu sangat aneh.

Saat di Kairo untuk bisnis, ia bermitra dengan seseorang di bagian pemasaran dari salah satu perusahaan terbesar di Kairo . Ia menginap di rumah seseorang bernama Noha. Mereka kerap berdiskusi mengenai cara mengintegrasikan solusi nirkabel ke pasar bawah di Kairo.

Ketika malam hari mereka berdiskusi tentang presentasi yang akan dibawakan. “Saya menyadari bahwa pada waktu tertentu dalam sehari, ia (Ms Noha) sering menghilang dan tiba-tiba kembali sekitar 15 menit kemudian,” ujar dia.

Setelah beberapa hari melihat itu, ia memutuskan untuk bertanya hal penting apa yang harus Noha lakukan selama 15 menit sehingga harus menunda persiapan presentasi. “Dengan malu-malu, dan setelah tak bisa menghindari pertanyaan, Ms Noha mengatakan dia melakukan shalat. Ia shalat di waktu-waktu tertentu yang telah ditentukan oleh agama,” katanya. Perasaan jengkel pada awalnya sebab waktu diskusi sering tertunda berubah menjadi rasa kekaguman.

Sejak saat itu, ia yang tak pernah percaya Tuhan mengatakan ingin memiliki perasaan pentingnya Tuhan dalam hidup. Perlahan, ia mulai bertanya lebih banyak tentang Islam.

Noha tidak pernah mendorong tetapi membimbing saya ke arah mana ia bisa menemukan informasi yang saya perlu belajar lebih banyak. Saat kunjungan bisnis itu selesai, Adam akhirnya meninggalkan Kairo dengan keinginan membara untuk belajar Islam. Ia membawa sebuah koper berisi buku demi mendinginkan dahaganya terhadap ilmu.

Setelah meninggalkan Mesir, pada akhir Maret 2001, Adam berkesempatan lagi untuk mengunjungi Kairo. Tapi kali ini tujuannya bukan berbisnis melainkan mencari guru agama. Ia bertanya tentang semua hal yang telah ia baca sebelumnya.

Waktu berlalu begitu cepat. Ia merasa tak cukup membincangkan Islam hanya waktu sehari saja. Ketika itu, ia juga datang untuk alasan bisnis. Satu hal yang ia rasakan, ia sudah mulai jatih cinta pada Islam. Ia merasa hatinya telah menjadi hangat. Ia merasa menjadi orang baik.

“Seolah-olah Allah adalah membuka hati saya untuk sisi lain kemanusiaan yang saya tidak pernah tahu sebelumnya,” kata dia. Ia merasa telah menemukan sebuah rumah di Timur Tengah.

Enam bulan berlalu, perusahaan tempat ia bekerja menunjukkan gejala kebangkrutan. Tapi, ia masih ingin tetap pergi ke Kairo. Bukan untuk urusan bisnis, tapi untuk melanjutkan belajar dan bertanya.

Akhirnya, pada suatu malam musim panas yang hangat, sambil berselancar di Internet, sebuah pencerahan tiba-tiba datang. Ia merasa tak ingin lagi melanjutkan hidup sebagai manusia tanpa Tuhan. Ia merasa banyak orang berbicara, tentang melihat cahaya, atau mendengar suara. Ia seolah seperti melihat pertunjukan teatrikal, lebih dari sekedar bisikan namun sesuatu yang bisa membuka hatinya.

“Aku ingin berteriak, berteriak, menangis, menari, berlari, tertawa semua pada waktu yang sama. Aku punya banjir lengkap dari emosi yang sampai hari ini, saya tidak bisa menjelaskan. Beberapa hal lebih baik dinikmati ketimbang dianalisis,” kata dia. Adam lalu mengirimkan email kepada Noha lalu menceritakan apa yang ia rasakan dan menanyakan apa yang seharusnya dilakukan. Noha menyarankannya untuk tetap rileks dan mengumpulkan perasaannya.

Kembali lagi ke Kairo

Kesempatan untuk datang ke Mesir kembali menghampiri Adam. Ia bekerja sebagai konsultan di perusahaan Mesir untuk bidang pemasaran. Ia berteman dengan orang muslim. Semua itu membuatnya merasakan kehangatan suasana rumah.

Hatem, Hany dan Hisyam, mereka adalah sahabat Adam. Dua kawannya yang lain, Mohamad dan Sherief mengetahui Adam ingin tahu lebih banyak tentang Islam.

Mohamad lalu mengajak Adam ke kelompok pengajian laki-laki yang sednag membahas Alquran dan nabi Muhammad. Itu adalah pertama kalinya ia bergabung dan mendengar surat Alfatihah. “Saya tiba-tiba menangis ketika mendengar kata Allah. Seperti merasuk dalam hati saya,” kata dia.

Hari berikutnya,ia menceritakan semua yang ia rasakan kepada Hatem dan Sherief. Mereka sangat mendukung Adam memeluk Islam. Sementara itu, Adam masih memantapkan hati untuk agama Islam

Peristiwa 11 September 2001

11 September adalah peristiwa yang sangat penting. Setelah serangan, semua rekan kerjanya menyampaikan bela sungkawa dan mengatakan bahwa semua itu bukan bagian dari islam. “Ini bukan Islam, tolong jangan berpikir bahwa Muslim adalah orang jahat,” begitu yang dikatakan teman-temannya.

Tak dipungkiri, Adam juga merasakan rasa sakit dan kesedihan. Peristiwa itupun sempat membuatnya berfikir Timur Tengah mungkin bukanlah tempat yang aman bagi orang Amerika. Tapi keimanannya kian mantap. Ia ingat alasan utamanya ke Timur Tengah, Kairo adalah untuk belajar Islam.

Tanggal 2 Oktober 2011, seorang teman mengajaknya untuk pergi ke masjid Al-Azhar. Disanalah, ia pertama kali mengucapkan syahadat. Ia berislam, beberapa pekan setelah insiden 11 September.
-----


Info: 0853 1232 7515 dan 0881 808 6675(mobile)
021 8845563

Rabu, 18 Januari 2012

Syariat Islam dalam Pemberantasan Korupsi

Di Indonesia, korupsi agaknya telah menjadi persoalan yang amat kronis. Ibarat penyakit, korupsi dikatakan telah menyebar luas ke seantero negeri dengan jumlah yang dari tahun ke tahun cenderung semakin meningkat. Hasil riset yang dilakukan oleh berbagai lembaga, juga menunjukkan bahwa tingkat korupsi di negeri yang penduduknya mayoritas muslim ini termasuk yang paling tinggi di dunia.

Korupsi yang selama ini berjalan memiliki metode yang jelas, yaitu buat pendapatan sekecil mungkin dan buat pengeluaran sebesar mungkin. Bentuknya beraneka ragam, pelakunya pun bermacam-macam. Ada korupsi yang dilakukan oleh pemegang kebijakan. Misalnya, mereka menentukan dibangunnya suatu proyek yang sebenarnya tidak perlu atau memang perlu tapi di tempat lain, menentukan kepada siapa proyek harus jatuh, menentukan jenis investasi pada perusahaan hampir bangkrut milik pejabat, dan mengharuskan BUMN bekerja sama dengan perusahaan swasta tertentu tanpa memperhatikan faktor ekonomis. Korupsi juga dilakukan pada pengelolaan uang negara seperti uang yang belum/sementara tidak dipakai sering diinvestasikan dalam bentuk deposito, bunganya mereka ambil, bahkan seringkali mereka mendapat premi dari bank; BUMN pengelola uang pensiunan atau asuransi menginvestasikan uang tersebut untuk kepentingan pribadi,atau bahkan di perusahaannya pribadi. Korupsi juga kerap terjadi pada pengadaan dalam bentuk membeli barang yang sebenarnya tidak perlu untuk memperoleh komisi, membeli dengan harga lebih tinggi dengan cara mengatur tender, membeli barang dengan kualitas dan harga tertentu tetapi barang yang diterima kualitasnya lebih rendah, selisih harganya masuk ke saku pejabat, atau barang dan jasa yang dibeli tidak diterima seluruhnya, sebagiannya digunakan oleh pejabat. Begitu pula korupsi terjadi pada penjualan barang dan jasa, pengeluaran, dan penerimaan. Walhasil, korupsi di Indonesia telah menggurita. Wajar selama kurun lima tahun terakhir, Indonesia menduduki tidak kurang dari peringkat kelima negara terkorup.


Korupsi tentu saja sangat merugikan keuangan negara. Di samping itu, korupsi yang biasanya diiringi dengan kolusi, juga membuat keputusan yang diambil oleh pejabat negara menjadi tidak optimal. Korupsi juga makin menambah kesenjangan akibat memburuknya distribusi kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya dan miskin sudah demikian menganga, maka korupsi makin melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara tidak sehat (tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi sebagaimana mestinya). Koruptor makin kaya, rakyat yang miskin makin miskin. Akibat lainnya, karena uang gampang diperoleh, sikap konsumtif jadi terangsang. Tidak ada dorongan ke pola produktif, sehingga timbul inefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi.


Pengusutan Korupsi, Suatu Kewajiban


Korupsi adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri. Dibantah atau tidak, korupsi memang dirasakan keberadaannya oleh masyarakat. Ibarat penyakit, korupsi dikatakan telah menyebar luas ke seantero negeri. Terlepas dari itu semua, korupsi apa pun jenisnya merupakan perbuatan yang haram. Nabi saw. menegaskan: “Barang siapa yang merampok dan merampas, atau mendorong perampasan, bukanlah dari golongan kami (yakni bukan dari umat Muhammad saw.)” (HR Thabrani dan al- Hakim). Adanya kata-kata laisa minna, bukan dari golongan kami, menunjukkan keharaman seluruh bentuk perampasan termasuk korupsi.


Lebih jauh lagi, Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadis yang berasal dari ‘Addiy bin ‘Umairah al-Kindy yang bunyinya, “Hai kaum muslim, siapa saja di antara kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Lalu, kecurangannya itu akan ia bawa pada hari kiamat nanti… . Siapa yang kami beri tugas hendaknya ia menyampaikan hasilnya, sedikit atau banyak. Apa yang diberikan kepadanya dari hasil itu hendaknya ia terima, dan apa yang tidak diberikan janganlah diambil.” Sabdanya lagi, “Siapa saja yang mengambil harta saudaranya (tanpa izin) dengan tangan kanannya (kekuasaan), ia akan dimasukkan ke dalam neraka, dan diharamkan masuk surga.” Seorang sahabat bertanya,“Wahai Rasul, bagaimana kalau hanya sedikit saja?’ Rasulullah saw. menjawab, “Walaupun sekecil kayu siwak” (HR Muslim, an-Nasai, dan Imam Malik dalam al-Muwwatha).


Dilihat dari aspek keharamannya, jelas perkara haram tersebut harus dihilangkan, baik ada yang menuntutnya ataupun tidak. Demikian pula kasus korupsi, tanpa ada tuntutan dari rakyat pun sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk mengusut, menyelidiki, dan mengadilinya.


Apalagi, ditinjau dari sisi lain, korupsi ini menyangkut perampasan terhadap milik rakyat dan negara. Padahal, yang namanya pemimpin merupakan “pengembala” rakyatnya. Kata Nabi saw., “Sesungguhnya pemimpin itu (imam) adalah pengembala, dan ia pasti dimintai pertanggungjawabannya tentang apa yang digembalakan itu.” Bila ditafakuri karakter pengembala, maka akan tampak bahwa sang pengembala ia akan mencari makanan untuk gembalaannya, bila sakit diobati, ada nyamuk dibuatkan api unggun, dan bila tubuhnya kotor dimandikan di sungai. Artinya, hal-hal yang merupakan kebutuhannya dipenuhi dan hal-hal yang membahayakannya dicegah dan dilawan. Realitanya, harta yang dikorupsi merupakan harta rakyat dan negara. Bila dibiarkan, rakyatlah yang akan mendapatkan kerugian finansial. Yang semestinya rakyat yang menikmati, gara-gara korupsi rakyat menjadi setengah mati. Seorang pemimpin sejati, pasti tidak akan membiarkan kondisi seperti ini. Bila tidak, ia telah berkhianat terhadap akad sebelum ia menjadi pemimpin. Padahal, Allah Swt. di dalam terjemahan surat al-Maa-idah (5): 1 menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman tepatilah akad-akadmu … .”


Ada suatu teladan dari Umar bin Khaththab. Di dalam kitab Thabaqat, Ibnu Sa’ad mengetengahkan kesaksian asy-Syi’bi yang mengatakan, “Setiap mengangkat pemimpin, Khalifah Umar selalu mencatat kekayaan orang tersebut. Selaain itu, bila meragukan kekayaan seorang penguasa atau pejabat, ia tidak segan-segan menyita jumlah kelebihan dari kekayaan yang layak baginya, yaang sesuai dengan gajinya.” Tampak jelas bahwa sikap Umar bin Khaththab progresif dalam mengusut kasus korupsi. Beliau tidak menunggu terlebih dahulu tuntutan dari rakyat. Selain itu, sederhana sekali rumus yang diberikan beliau. Bila kekayaan yang ada sekarang tidak mungkin diperoleh dengan gaji yang didapatkan selama sekian lama menjabat, pasti kelebihan kekayaannya tersebut hasil korupsi. Jelaslah, diperlukan sikap tegas dan serius dari pemerintah untuk mengusut, menyelidiki, dan mengadili orang yang diduga melakukan korupsi karena ini merupakan kewajibannya.


Pemberantasan Korupsi Perspektif Syariat


Sesungguhnya terdapat niat cukup besar untuk mengatasi korupsi. Bahkan, telah dibuat satu tap MPR khusus tentang pemberantasan KKN, tapi mengapa tidak kunjung berhasil? Tampak nyata bahwa penanganan korupsi tidak dilakukan secara komprehensif, sebagaimana ditunjukkan oleh syariat Islam berikut:


Pertama, sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Hal itu sulit berjalan dengan baik bila gaji tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban untuk mencukup nafkah keluarga. Agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak. Berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan hidup aparat pemerintah, Rasul dalam hadis riwayat Abu Dawud berkata, “Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Adapun barang siapa yang mengambil selainnya, itulah kecurangan”.


Kedua, larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti mengandung maksud agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah. Tentang suap Rasulullah berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR Abu Dawud). Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad). Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya. Di bidang peradilan, hukum ditegakkan secara tidak adil atau cenderung memenangkan pihak yang mampu memberikan hadiah atau suap.


Ketiga, perhitungan kekayaan. Setelah adanya sikap tegas dan serius, penghitungan harta mereka yang diduga terlibat korupsi merupakan langkah berikutnya. Menurut kesaksian anaknya, yakni Abdullah bin Umar, Khalifah Umar pernah mengalkulasi harta kepala daerah Sa’ad bin Abi Waqash (Lihat Tarikhul Khulafa). Putranya ini juga tidak luput kena gebrakan bapaknya. Ketika Umar melihat seekor unta gemuk milik anaknya di pasar, beliau menyitanya. Kenapa? Umar tahu sendiri, unta anaknya itu gemuk karena digembalakan bersama-sama unta-unta milik Baitul Mal di padang gembalaan terbaik. Ketika Umar menyita separuh kekayaan Abu Bakrah, orang itu berkilah “ Aku tidak bekerja padamu “. Jawab Khalifah, “Benar, tapi saudaramu yang pejabat Baitul Mal dan bagi hasil tanah di Ubullah meminjamkan harta Baitul Mal padamu untuk modal bisnis !” (lihat Syahidul Aikral). Bahkan, Umar pun tidak menyepelekan penggelapan meski sekedar pelana unta (Lihat Kitabul Amwal).


Apa yang dilakukan Umar merupakan contoh baik bagaimana harta para pejabat dihitung, apalagi mereka yang disinyalir terlibat korupsi. Seluruh yayasan, perusahaan-perusahaan, ataupun uang yang disimpan di bank-bank dalam dan luar negeri semuanya diusut. Kalau perlu dibuat tim khusus yang independen untuk melakukannya, seperti halnya Muhammad bin Maslamah pernah diberi tugas khusus oleh Umar untuk hal tersebut. Baru setelah itu, dibuktikan lewat pengadilan.


Di dalam buku Ahkamul Bayyinat, Syekh Taqiyyuddin menyatakan bahwa pembuktian itu bisa berupa pengakuan dari si pelaku, sumpah, kesaksian, dan dokumentasi tertulis. Kaitannya dengan dokumentasi tertulis ini Allah Swt. menegaskan di dalam al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. Hendaklah penulis di antara kalian menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya…” (QS al-Baqarah [2]: 282). Bila dicermati, penulisan dokumen ini sebenarnya merupakan bukti tentang siapa yang berhak dan apa yang terjadi. Oleh karena kata “maka tuliskanlah (faktubuh)” dalam ayat tersebut umum, maka mencakup semua muamalah dan semua dokumen termasuk perjanjian, katabelece, keputusan pemerintah yang dibuatnya, dan lain-lain.


Di samping itu, pembuktian pun dilakukan dengan pembuktian terbalik. Bila semua bukti yang diajukan tidak diterima oleh terdakwa, maka terdakwa itu harus membuktikan dari mana harta itu diperoleh dan harus pula menunjukkan bahwa hartanya itu bukan hasil korupsi. Hal ini bisa dilihat dari apa yang dicontohkan oleh Umar bin Khaththab. Ketika Umar menyita separuh kekayaan Abu Bakrah, orang itu berkilah, “ Aku tidak bekerja padamu “. Jawab Khalifah, “Benar, tapi saudaramu yang pejabat Baitul Mal dan bagi hasil tanah di Ubullah meminjamkan harta Baitul Mal padamu untuk modal bisnis !” Setelah itu, Abu Bakrah tidak dapat membuktikan bahwa dakwaan Umar tersebut salah. Ia tidak dapat menunjukkan bahwa hartanya itu bukan hasil nepotisme. Akhirnya, Umar pun tetap pada putusannya (Lihat Syahidul Aikral). Cara inilah yang sekarang dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat curang. Tapi anehnya cara ini ditentang untuk dimasukkan dalam perundang-undangan.


Keempat, teladan pemimpin. Khalifah Umar menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan bersama di padang rumput milik Baitul Mal Negara. Hal ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara. Demi menjaga agar tidak mencium bau secara tidak hak, Khalifah Umar bin Abdul Azis sampai menutup hidungnya saat membagi minyak kesturi kepada rakyat. Dengan teladan pemimpin, tindak penyimpangan akan mudah terdeteksi sedari dini. Penyidikan dan penyelidikan tindak korupsi pun tidak sulit dilakukan. Tapi bagaimana bila justru korupsi dilakukan oleh para pemimpin? Semua upaya apa pun menjadi tidak ada artinya sama sekali.

Kelima, hukuman setimpal. Pada galibnya, orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakaan dirinya. Hukuman dalam Islam memang berfungsi sebagai zawajir (pencegah). Artinya, dengan hukuman setimpal atas koruptor, diharapkan orang akan berpikir sekian kali untuk melakukan kejahatan itu. Dalam Islam, tindak korupsi bukanlah seperti pencurian biasa yang pelakunya dipotong tangannya. “Perampas, koruptor, dan pengkhianat tidak dikenakan hukuman potong tangan” (HR Ahmad, Ashabus Sunan, dan Ibnu Hibban). Akan tetapi, termasuk jarîmah (kejahatan) yang akan terkenai ta’zir. Bentuknya bisa berupa hukuman tasyh’ir (berupa pewartaan atas diri koruptor - dulu diarak keliling kota, sekarang bisa lewat media massa). Berkaitan dengan hal ini, Zaid bin Khalid al-Juhaini meriwayatkan Rasulullah pernah memerintahkan para sahabat untuk menshalati seorang rekan mereka yang gugur dalam pertempuran Hunain. Mereka, para sahabat, tentu saja heran, karena seharusnya seorang yang syahid tidak disembahyangi. Rasul kemudian menjelaskan, “Sahabatmu ini telah berbuat curang di jalan Allah.” Ketika Zaid membongkar perbekalan almarhum, ia menemukan ghanimah beberapa permata milik kaum yahudi seharga hampir 2 dirham (lihat al- Muwwatha ). Atau, bisa juga sampai hukuman kurungan. Menurut Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nidzamul ‘Uqubat fil Islam (hlm. 190), hukuman kurungan koruptor mulai 6 bulan sampai 5 tahun. Namun, masih dipertimbangkan banyaknya uang yang dikorup. Bila mencapai jumlah yang membahayakan ekonomi negara, koruptor dapat dijatuhi hukuman mati.


Keenam, kekayaan keluarga pejabat yang diperoleh melalui penyalahgunaan kekuasaan diputihkan oleh kepala negara (Khalifah) yang baru. Caranya, kepala negara menghitung kekayaan para pejabat lama lalu dibandingkan dengan harta yang mungkin diperolehnya secara resmi. Bila dapat dibuktikan dan ternyata terdapat kenaikan yang tidak wajar, seperti dilakukan Umar, kepala negara memerintahkan agar menyerahkan semua kelebihan itu kepada yang berhak menerimanya. Bila harta kekayaan itu diketahui siapa pemiliknya yang sah, maka harta tersebut–katakanlah tanah–dikembalikan kepada pemiliknya. Sementara itu, apabila tidak jelas siapa pemiliknya yang sah, harta itu dikembalikan kepada kas negara (Baitul Mal). Namun, bila sulit dibuktikan, seperti disebut di dalam buku Tarikhul Khulafa, Khalifah Umar bin Khaththab membagi dua kekayaan mereka bila terdapat kelebihan dari jumlah semula, yang separuh diambil untuk diserahkan ke Baitul Mal dan separuh lagi diberikan kepada mereka.


Ketujuh, pengawasan masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Masyarakat yang bermental instan akan cenderung menempuh jalan pintas dalam berurusan dengan aparat dengan tak segan memberi suap dan hadiah. Adapun masyarakat yang mulia akan turut mengawasi jalannya pemerintahan dan menolak aparat yang mengajaknya berbuat menyimpang. Demi menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi aparat, Khalifah Umar di awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang”. Dengan pengawasan masyarakat, korupsi menjadi sangat sulit dilakukan. Bila ditambah dengan teladan pemimpin, hukuman yang setimpal, larangan pemberian suap dan hadiah, serta dengan pembuktian terbalik dan gaji yang mencukupi, insya Allah korupsi dapat diatasi dengan tuntas.


Inilah pentingnya seruan penerapan syariat Islam guna menyelesaikan segenap problem yang dihadapi negeri ini, termasuk dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, selamatkan Indonesia dan seluruh umat dengan syariat.[


SUMBER



Info: 0853 1232 7515 dan 0881 808 6675(mobile)
021 8845563

Senin, 02 Januari 2012

Potensi Pasar, Indonesia Calon Kiblat Ekonomi Syariah


INDUSTRI syariah Indonesia diperkirakan akan berkembang secara pesat. Bahkan pakar ekonomi menyatakan dalam 15 tahun kedepan ekonomi syariah terbesar adalah Indonesia. Mengingat potensi pasar yang sangat besar, ditambah lagi jika sektor riil dapat berjalan lebih baik. Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah, Muhammad Syakir Sula menjelaskan, jika dilihat dari sisi market share ekonomi syariah baru sekitar dua persen baik di perbankan, asuransi maupun pasar modal.
"Namun pertumbuhan ekonomi syariah pada 2008 sudah mencapai 40 persen. Apalagi sudah menggelar Festival Ekonomi Syariah kedua di Jakarta, mudah-mudahan ini bisa mendongkrak pertumbuhan industri syariah lebih tinggi lagi," katanya kepada beritabaru.com.
Apabila dikaitkan dengan kondisi krisis keuangan sekarang ini, peluang ekonomi syariah nasional memang menjadi sangat bagus. Ia menggambarkan dengan jumlah umat muslim sebanyak 88 persen dari populasi penduduk di Indonesia. Ini menjadi pasar paling potensial bagi ekonomi syariah terus berkembang, baik diperbankan, asuransi ataupun produk pasar modal.
Karena itu, Syakir Sula berharap kepada umat muslim yang memiliki bisnis, sebaiknya menggunakan instrumen syariah karena relatif lebih aman ketimbang sistem konvensional. Sebab, sistem syariah memfokuskan diri kepada sektor riil terutama perbankan syariah yang sejalan dengan rencana pemerintah dalam penguatan pasar domestik.
"Ini yang membedakan perbankan syariah dengan bank konvensional. Terlebih kondisi krisis sekarang ini, dimana transaksi derivatif di pasar modal mengalami krisis orang justru banyak pindah ke syariah, karena bisnis syariah lebih banyak disalurkan ke sektor riil," jelas dia.

Namun menggeser perilaku konsumen ke sistem syariah bukanlah hal mudah. Syakir mengakui masih banyak kendala yang harus diatasi, terutama mengkomunikasikan ke masyarakat sampai pada tingkat bawah. Misalnya asuransi syariah, sebut dia, kota-kota kecil di Indonesia belum banyak yang menawarkan produk syariah apalagi instrumen pasar modal syariah, tapi kalau perbankan syariah sudah hampir merata ke semua daerah.

Menurutnya, produk syariah itu tidak ada transaksi derivatif karena memang tidak boleh dilakukan. Transaksi ini hanya ada di sistem konvensional. Karena itu, dia mengajak agar konsumen yang ingin merasa aman sebenarnya harus memakai intrumen syariah.
Sementara Ekonom Syariah dari Karim Bussines consulting, Adiwarman A.Karim menjelaskan selama ini financing to deposit ratio (FDR) perbankan syariah ke sektor riil selalu tinggi atau hampir mencapai 100 persen.

Artinya, semua dana-dana yang dihimpun dari pihak ketiga hampir semuanya tersalurkan dan yang paling banyak mendapatkan kucuran kredit adalah sektor riil.

Hal itu menunjukkan peran intermediasi perbankan syariah yang berjalan cukup baik sehingga berdampak positif terhadap kontribusinya kepada sektor riil yang juga bagus.

"Meskipun keberadaan bank syariah di Indonesia baru mencapai lima unit usaha. Pada 2009 diharapkan akan hadir lagi sebanyak 8-9 unit usaha syariah, salah satunya RBS yang dulunya ABN Amro," jelasnya kepada beritabaru.com

Masalah Pajak dan Suku Bunga

Adiwarman memaparkan bahwa industri syariah di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan yang bisa menekan pertumbuhan lebih cepat. Seperti faktor perpajakan dan suku bunga acuan.

UU Perpajakan yang mendukung perbankan syariah belum juga terwujud sehingga bank-bank syariah belum 'all out' dalam melakukan ekspansi kredit karena takut timbul masalah pajak dikemudian hari.

Gambarannya adalah perusahaan beli mobil seharga Rp100 juta lalu dijual ke nasabah seharga Rp120 juta. Dalam transaksi itu sesuai ilmu perpajakan akan terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPn), yakni PPn membeli dan PPn menjual. Tetapi bank syariah tidak seperti itu karena dia membiayai proses jual beli tersebut. "Nah, mudah-mudahan UU Perpajakan bisa cepat terselesaikan," katanya.

Faktor suku bunga acuan atau BI rate juga menjadi faktor penghambat pertumbuhan industri syariah nasional. Apabila BI rate rendah, maka bagi hasil akan menjadi lebih menarik dibandingkan suku bunga di bank konvensional. "Hal ini tentunya akan mendorong pertumbuhan bank syariah lebih cepat lagi," ujar Adiwarman.

Mengenai transparansi sistem syariah, ujar Adiwarman, semua pengelolaan dana syariah telah sesuai dengan peraturan Bank Indonesia (BI) tentang perbankan syariah, yaitu uang yang diterima atau dikelola oleh perbankan syariah harus digunakan untuk syariah saja.

Meskipun ada, lanjut dia, seperti bank BNI atau BRI yang mempunyai unit usaha syariah, pembukuannya itu dipisahkan dari bank konvensionalnya. "Insya Allah pengelolaan dana syariah dapat dipertanggung jawabkan. Kami juga berharap BI rate bisa menurun dibawah 8 persen, angka itu lebih oke untuk bisnis syariah di Indonesia," katanya.

Syakir Sula memaparkan bahwa faktor penghambat sistem syariah di Indonesia adalah sebagian besar umat muslim belum paham kalau sebagai umat muslim sebetulnya wajib menggunakan produk syariah.
"Ini yang belum banyak diketahui oleh mereka. Apalagi sekarang ada instrumen syariah yang baru dan aman 100 persen karena dijamin pemerintah, yaitu sukuk ritel," katanya.

Kalau saja Presiden mengumumkan, harap Syakir, bahwa haram hukumnya bagi umat muslim yang menggunakan instrumen konvensional, maka semua masyarakat akan paham. Selama ini, ulama-ulama dari MUI melakukan sosialisasi ekonomi syariah secara tidak langsung, misalnya lewat khotbah jumatan, seminar-seminar atau ceramah-ceramah.

Ia mengakui kalau Indonesia menganut dual sistem ekonomi, yaitu sistem konvensional dan syariah. Dilihat dari aspek undang-undang sudah jelas ada karena pemerintah mendukung dengan menerbitkan UU SBSN dan UU Perbankan syariah. Sedangkan untuk koperasi, ada PP tentang Perkoperasian Syariah



Info: 0853 1232 7515 dan 0881 808 6675(mobile)
021 8845563